Minggu, 27 Desember 2020

Tips Parenting #3

Anak dan Ujian Hidupnya

Alif lam mim, apakah manusia mengira mereka dibiarkan untuk mengatakan kami beriman lalu mereka tidak di uji.

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa sebuah cobaan bagi orang yang beriman adalah sebuah keniscayaan. Maka salah satu skill yang harus kita berikan kepada anak anak kita untuk masa depan mereka adalah ketrampilan menghadapi ujian ujian hidup mereka.

Tentu kita memahami bahwa untuk mengajari anak terampil berenang adalah dengan membawa mereka ke kolam renang dan mempraktikkannya. Jika ada teori teori tentang renang yang baik dan jenis jenisnya, sekalian kita berikan bersamaaan dengan praktik berenang itu sendiri. Maka sebenarnya mengajari anak untuk dapat mengahadapi ujian hidup mereka adalah dengan memberikan dan membiarkan mereka berhadapan dengan ujian mereka sendiri.

Saat anak pulang kerumah dengan menangis sambil memegang kakinya yang agak lebam karena ditendang oleh temannya saat bermain sepakbola , maka orang tua perlu segera mendatanginya dan memberikan obat sakit lebamnya sebagai bentuk kasih sayang kita kepadanya. Namun , untuk urusan pertikaian dengan temannya akibat peristiwa tersebut bukanlah urusan orang tua dan biarkan mereka menyelesaikannya sendiri.

Ada dua hal yang selalu harus menjadi perhatian orang tua saat anak menghadapi ujian, yaitu:

Pertama, mendampinginya. Mendampingi bukanlah terlalu ikut campur dalam ujian anak sehingga ujian tersebuat berpindah dari pundak anak ke pundak orang tua, melainkan berusaha untuk mendengar keluhan anak, membimbing bersikap , dan menemukan cara yang benar dalam menghadapi ujian tersebut, serta memberikan motifasi bahwa dia kuat dalam menghadapinya.

Kedua,tidak membiarkan anak untuk mengahdapi ujian sendiri sehingga dia merasa bahwa orang tuanya tidak mempunyai empati terhadap dirinya. Hal ini akan meningkatkan kepercayan diri anak bahwa dia dapat menyelesaikan ujiannya dengan baik dan menghindarkannya dari sikap- sikap negatif(salah satunya putus asa) di dalam menghadapi ujian.

Jangan pernah menghindarkan anak dari ujian hidupnya, itu hanya membuat mereka semakin lemah dan tidak berdaya. Dari ujian ujian kecil itulah seorang anak belajar bagaimana menyelesaikan ujian ujian besar di dalam hidupnya.

Miftahul Jinan (Hadila edisi 107 Mei 2016)

Minggu, 29 November 2020

Tips Parenting #2

Renungan untuk Ayah dan Bunda

Ayah, Bunda, ada 13 permintaan anak yang mungkin tidak pernah mereka ucapkan :

1. Ayah dan Bunda, cintailah aku sepenuh hatimu.

2. Ayah dan Bunda, jangan marahi aku di khalayak orang ramai.

3. Ayah dan Bunda, jangan bandingkan aku dengan kakak, abang, adikku atau orang lain.

4. Ayah dan Bunda jangan lupa, aku adalah fotocopimu.

5. Ayah dan Bunda, kian hari umurku kian bertambah, maka jangan selalu anggap aku anak kecil.

6. Ayah dan Bunda, biarkan aku mencoba, lalu beritahu aku apabila salah.

7. Ayah dan Bunda, jangan ungkit-ungkit kesalahanku.

8. Ayah dan Bunda, aku adalah Ladang Pahala bagimu.

9. Ayah dan Bunda, jangan memarahiku dengan mengatakan hal-hal buruk, bukankah apa yang keluar daripada mulutmu sebagai orang tua ialah doa bagiku?

10. Ayah dan Bunda, jangan melarangku hanya dengan mengatakan "jangan" tetapi berilah penjelasan kenapa aku tidak boleh melakukan sesuatu.

11. Tolong Ayah dan Bunda, jangan rusak mentalku dan pemikiranku dengan selalu kau bentak-bentak aku setiap hari.

12. Ayah dan Bunda, jangan menyeret aku ke dalam masalahmu yang tidak ada kaitannya denganku. Kau marah sama yang lain, aku imbasnya.

13. Ayah dan Bunda, aku ingin kau sayangi dan cintai kerana engkaulah yang ada dalam kehidupanku dan masa depanku.

Semoga Ananda menjadi generasi sholih/sholihah, hebat, dan menjadi kebanggaan Ayah dan Bunda.

Selasa, 24 November 2020

Tips Parenting #1

  

Tetap Semangat Mendampingi Ananda Belajar di Rumah



Aktivitas rutin yang tadinya berlangsung di luar rumah, mulai dari pekerjaan kantor, ibadah, hingga sekolah anak, mendadak harus dipindahkan ke rumah selama pandemi COVID-19.

Hal tersebut dilakukan demi menekan penyebaran penyakit corona tidak semakin meluas

Karena sifatnya mendadak, orang tua mau tidak mau harus beradaptasi cepat meskipun tidak semuanya siap dengan perubahan tersebut. Apalagi dalam urusan belajar mengajar anak yang tadinya berlangsung di sekolah dan menjadi tanggung jawab guru.

Bagi orang tua yang selama ini sudah berjibaku dengan segala pekerjaan kantor yang juga harus dilakukan di rumah, menjadi pendamping anak selama proses belajar di rumah membuat tugas yang harus dilakukan bertambah. Alokasi waktu otomatis harus disediakan untuk mengawal tugas tersebut.

Meski begitu, sisi positif dari masa belajar di rumah ini memungkinkan orang tua untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak. Alhasil yang terjadi bukan hanya proses belajar bersama, tetapi juga kesempatan untuk lebih mengenal satu sama lain.

Dengan meluangkan waktu untuk saling mengenal ini, orang tua bisa bisa melakukan komunikasi sekaligus observasi untuk semakin memahami anak juga menjadi lebih banyak, termasuk mengukur kemampuan kognitif dan emosi anak.

Hasil dari komunikasi dan observasi tersebut bisa orang tua gunakan untuk menentukan metode atau cara mendampingi anak belajar yang efektif. Sebab tidak semua anak memiliki perilaku yang sama ketika berada di rumah dan sekolah.

“Jadi jangan melulu melihat kondisi ini sebagai beban,” demikian ujar Febiana Pratomo, M.Psi., psikolog klinis anak dari Rumah Dandelion.

Rumah Dandelion yang beralamat di Cilandak, Jakarta Selatan, merupakan pusat edukasi dan kegiatan bagi keluarga yang memiliki anak dari usia 0-18 tahun. Kegiatan utamanya meliputi kelas bermain untuk anak usia 6 bulan hingga 4 tahun dan ruang konseling.

Apalagi yang sebaiknya orang tua perhatikan agar tetap bersemangat serta gembira selama menemani anak belajar di rumah, berikut penjelasan lengkap dari Febiana Pratomo, M.Psi.

Bagaimana tetap gembira menemani anak belajar di rumah?

Memahami beda belajar di rumah dengan sekolah di rumah

Hal pertama yang sebaiknya orang tua ketahui adalah pengertian belajar di rumah (home learning) berbeda dengan home schooling alias sekolah di rumah. Artinya orangtua atau keluarga harus menjadi pendamping utama dalam kegiatan pendidikan yang basisnya di rumah.

Tentu saja ada toleransi di sana-sini selama menjalankan proses tersebut karena situasinya menjadi tidak ideal untuk anak, orangtua, dan juga pihak sekolah.

Kesadaran atau penerimaan diri sejak awal untuk menerima kondisi tidak biasa ini akan sangat membantu selama menjalankan proses belajar di rumah.

Tapi tahapan penerimaan ini tidak datang tiba-tiba, mengikuti kondisi setiap orang yang berbeda-beda. Ada yang cepat beradaptasi, ada juga yang membutuhkan waktu lebih lama.

Agar terhindar dari stres berlebihan selama masa belajar di rumah berlangsung, penting bagi orang tua untuk tidak memasang ekspektasi berlebihan. Sebab stres pada dasarnya terjadi ketika ekspektasi berbeda dengan kenyataan yang terjadi.

Semakin jauh jarak kenyataan dari yang diharapkan maka akan semakin tinggi pula kadar stres seseorang. Oleh karena itu, jangan berharap terlalu tinggi kepada diri sendiri juga pada anak di tengah perubahan serba mendadak seperti pada masa pandemi ini.

Persiapan yang dilakukan selama proses belajar di rumah

Meskipun belajar di rumah berbeda dengan sekolah di rumah, Febiana Pratomo, M.Psi. menjabarkan bahwa tetap ada poin utama dalam homeschooling yang bisa orang tua terapkan dalam kondisi sekarang. Tujuannya agar proses belajar jadi lebih maksimal.

Harus orang tua ingat adalah bahwa dalam proses ini orang tua tidak berperan sebagai guru atau pengganti guru. Peran orang tua adalah sebagai fasilitator belajar anak, teman, sekaligus konselor.

Artinya peran sebagai pendidik utama tetap ada pada guru, sedangkan orang tua berkomunikasi dengan pihak sekolah–dalam hal ini guru–agar tetap bisa melakukan proses belajar di rumah secara maksimal.

Orang tua sebagai teman belajar anak artinya orangtua punya waktu lebih banyak untuk memahami dan mengerti kebutuhan anak dalam belajar. Proses mengamati dan berkomunikasi dengan anak lebih banyak terjalin.

Sebagai konselor, orang tua jangan hanya terpaku memenuhi kebutuhan anak terkait soal pendidikan atau belajar, perkembangan sosial dan emosi anak juga harus mendapat prioritas.

Semisal ketika anak bosan berada di rumah terus dan rindu ingin menyapa teman-temannya, orang tua bisa mengakomodir keinginan tersebut dengan mengadakan playdate virtual atau video call bersama teman-teman sang anak.

Proses belajar dalam homeschooling selanjutnya yang bisa orang tua terapkan adalah perihal proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan kondisi anak. Artinya tidak harus saklek mengikuti seperti yang berlaku di sekolah.

Beberapa hal yang bisa disesuaikan, antara lain, gaya belajar atau mengajar, jadwal belajar, kondisi belajar mengikuti ketersediaan prasarana, dan jam istirahat belajar. Hal ini penting untuk memelihara tingkat konsentrasi anak selama mengikuti proses belajar di rumah.

Komunikasi saat belajar di rumah

Faktor penting untuk menjaga keselarasan antara kegiatan bekerja di rumah yang orang tua lakukan dengan belajar di rumah dari sang buah hati adalah komunikasi. Menurut Febiana Pratomo, M.Psi., banyak yang menganggap komunikasi sebagai persolan sepele.

“Padahal selalu manjur jika dilaksanakan,” jawabnya. Ibarat sebuah tim kecil, agar bisa solid dan berhasil mencapai tujuan bersama, maka kesediaan antara bapak, ibu, dan anak dalam menjalin komunikasi penting untuk memfasilitasi segala kebutuhan masing-masing yang sudah pasti berbeda-beda.

Salah satu contoh manfaat saling berkomunikasi ini dalam hal menentukan formula yang pas dalam proses belajar anak. Jangan memaksakan kehendak dengan mengisi satu jam pelajaran kepada anak yang melulu berisi penjelasan.

Ini berpotensi membuat konsentrasi anak menjadi buyar. Orang tua perlu ingat, bahwa satu jam pelajaran biasanya terbagi atas penjelasan dan mengerjakan tugas.

Selain menyesuaikan durasi belajar dengan target yang diberikan pihak sekolah, orang tua juga perlu menyesuaikan dengan usia anak.

Menurut Febiana, rumus umum yang digunakan untuk menentukan durasi belajar adalah sekitar tiga hingga lima kali usia anak. Semisal pada anak lima tahun, rentang atensi belajarnya sekitar 15-25 menit.

Lebih dari itu biasanya anak sudah tidak konsentrasi menyerap pelajaran. Selain usia, beberapa faktor lain yang bisa memengaruhi tingkat konsentrasi belajar, semisal waktu belajar, mata pelajaran, atau bahkan ruangan tempat belajar. Semua ini harus dikomunikasikan.

Mengelola emosi saat belajar di rumah

Pada dasarnya emosi bukan hanya perkara marah, tapi meliputi rasa senang dan sedih. Hal pertama yang harus dilakukan untuk menangkal atau meredakan emosi adalah dengan menenangkan diri.

Cara pertama sekaligus paling mudah dilakukan untuk menenangkan diri adalah mengatur napas. Cara ini diharapkan bisa membuat orang tua kembali menyadari situasi dan apa yang terjadi sekarang sehingga bisa menjalaninya tanpa beban.

Jika rasa emosi tak bisa terhindarkan kemunculannya, sebab emosi sesekali memang perlu dikeluarkan, maka untuk meredakannya bisa dengan cara mengingat kembali pengalaman-pengalaman bahagia atau kejadian-kejadian menyenangkan.

Jika stres mulai melanda, Febiana menyebut untuk selalu mengingat teori KECAP. Apa itu?

  • Kelola harapan atau target. Fungsinya untuk mengembalikan stres kita pada kadar secukupnya.
  • Cari tahu tentang diri sendiri dengan cara mengenali kelebihan dan kekurangan sehingga berguna saat menetapkan ekspektasi berdasarkan realita. Selanjutnya cari cara untuk mengelola emosi. Salah satunya dengan self care.
  • Memakai bantuan, bila perlu. Setelah menyadari kekurangan atau ketidakmampuan diri sendiri, orang tua jangan sungkan meminta bantuan dari orang lain bermula dari anggota keluarga terdekat.

Dengan saling meringankan beban dan berbagi tugas, maka orang tua bisa terhindar dari stres yang berlebihan.

Peran faktor pendukung saat belajar di rumah

Keterlibatan para faktor pendukung selama masa belajar di rumah, seperti orang tua, anak, dan guru juga tak kalah penting.

Proses belajar di rumah yang mendadak dan ternyata berlangsung dalam waktu yang tidak sebentar menghadirkan tantangan tersendiri. Terutama dalam menjaga agar target pendidikan tetap terpenuhi.

Alhasil sangat penting bagi semua unsur pendukung yang terlibat selama proses tersebut untuk responsif dan aktif. Selain berkomunikasi satu sama lain, jangan lupa untuk saling mengevaluasi atau memberikan masukan.

Tahap evaluasi ini bukan hanya berlaku antara kita sebagai orang tua dengan pihak sekolah yang diwakilkan oleh guru, tapi juga antara orang tua dengan anak.

Saran atau masukan dari anak kepada orang tua bisa digunakan untuk mengevaluasi metode atau cara belajar yang selama ini dilakukan. Harapannya bisa menciptakan formula yang pas berdasarkan kondisi masing-masing.